Kesetaraan Gender Dalam Islam (2)

4 Des 2008
(Menyimak Metode Penelitian Tentang Gender Amina Wadud)

Metode Penelitian/ Kerangka
Metode penelitian yang digunakan Amina Wadud adalah dengan menggunakan pendekatan linguistik-Hermeneutik, dengan analisa filologi atau content analysis secara holistik. Lebih lengkapnya, Wadud menggunakan teori double movement dan pendekatan Tematik dari Fazlur Rahman untuk menjelaskan ayat-ayat tentang perempuan. Selain menggunakan hermeneutik gerakan ganda, Wadud juga menggunakan metode tafsir al-Qur'an bil al-Qur'an untuk menganalisa semua ayat-ayat yang memberikan petunjuk khusus bagi perempuan, baik yang disebutkan secara terpisah ataupun disebutkan bersamaan dengan laki-laki. Ayat-ayat yang ada dianalisis pada; konteknya, di dalam kontek pembahasan topik yang sama dengan al-Qur'an, tatanan bahasa yang sama dari stuktur sintaksis yang digunakan di seluruh bagaian ayat, sikap yang benar adalah yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip universalitas al-Qur'an (Islam).
Wadud menganalisis teks ayat-ayat al-Qur'an, dengan memusatkan pada susunan bahasa al-Qur'an yang bermakna ganda dengan tujuan mengambarkan maksud teks dengan menganalisa ‘prior teks’ (persepsi, keadaan, latar belakang) penginterpretasi tentang perempuan. Sebagaimana telah terjadi pada beberapa ayat al-Qur'an, adanya prior teks justru berakibat pada marjinalisasi terhadap perempuan, seperti pelarangan perempuan menjadi pemimpin, pemaknaan saksi perempuan dua berbanding satu secara tekstual, kewajiban melayani suami tanpa penolakan, dan sebagainya.

Prinsip umum al-Qur'an menjadi landasan Wadud dalam rangka mendapatkan pandangan hidup yang cocok bagi perempuan modern saat ini adalah membangun relasi fungsional antara laki-laki dan perempuan dalam interaksi sosial. Wadud membahas juga mengenai konsep diri manusia dan stuktur budaya dominan dari suatu masyarakat, budaya patriarki sebagai suatu struktur dominan yang sangat berpengaruh terhadap konstruksi relasi gender di masyarakat.
Dalam membangun relasi fungsional dalam kehidupan masyarakat, Wadud mengembangkan konsep diri (potensi individu) demi kemajuan hidup manusia. Kesetaraan individu merupakan kunci dalam mencapai kemajuan tersebut. Hanya saja budaya sebagai struktur dominan justru melahirkan relasi gender yang jauh dari spirit egalitarianisme.

Bagi Wadud ada beberapa aspek penting dalam menentukan relasi gender dalam kehidupan sosial. Yakni pertama, perspektif yang lebih demokratis mengenai hak dan kewajiban individu baik laki-laki ataupun perempuan di dalam masyarakat. Kedua, dalam pembagian peran tersebut hendaknya tidak keluar dari prinsip umum al-Qur'an tentang keadilan sosial, pengahargaan atau martabat manusia, persamaan hak di hadapan Allah, dan keharmonisan dengan alam. Ketiga, relasi gender hendaknya secara gradual turut membentuk etika dan moralitas bagi manusia. Ketiga aspek relasi gender ini menadi prinsip utama sebuah ‘relasi fungsional’ yang tujuannya tidak lain adalah merealisasikan misi penciptaan manusia di dunia, yaitu khalifah fi al-ardi.

Aminan Wadud, memberikan kewaspadaan kita akan problem semantik, tentang term-term yang ada, definisi, atau intepretasi. Selanjutnya dia mempertanyakan siapa yang berhak mempunyai otoritas intepretasi terhadap makna gender?. Abou El Fadl memberikan gambaran bahwa akan beragam arti/definisi dari suatu objek, perlu diperhatikan adanya faktor politik, budaya, latar belakang keluarga, pendidikan dan lain sebagainya yang mempengaruhi seseorang dalam menginterpretasikan suatu objek kajian. Fadl berpendapat tidak ada yang berhak mengklaim bahwa interpretasinya itulah yang paling benar dan paten tidak bisa dirubah karena ini dari Tuhan, outoritas intepretasi yang paling benar adalah dari Allah, bukan dari para ulama’, penafsir yang seolah-olah itulah dari Tuhan dan itulah Islam. Dari sinilah Wadud ingin membongkar paradigma syari’ah dan fiqh yang dinilai menyudutkan perempuan. Wadud optimis semangat universalitas al-Qur'an/Islam dapat merubahnya

Dalam rangka mengeluarkan perempuan dari kekangan endrosentrisme (nilai dominan yang didasarkan pada norma dan cara pandang laki-laki), Wadud melanjutkan pemikiran yang memfokuskan kajian lebih ke aspek kultur, tidak sama antara Islam dengan Arab. Harus bisa dpiisahkan antara budaya Arab dan konsep ajaran Islam, Islam tidak sama dengan Arab. Penafsiran terhadap relasi laki-laki dan perempuan banyak dipengaruhi oleh tradisi masyarakat dan celakanya hal itu dikira bahwa itulah Islam. Islam punya pedoman hidup yang bernilai Universal, jangan melihat Islam secara partikular sesuai dengan nalar masin-masing suku atau bangsa. Laila Ahmad menambahkan dalam pemahaman terhadap Islam, kita harus melihat dan memetakan bagaimana kultur berintraksi dengan agama, yang berakibat pemahaman yang berbeda pula.

Menurut Wadud, Islam adalah pilihan untuk menyerah kepada Allah (engaged surender), kita punya kesadaran untuk mengikutinya, manusia bersifat aktif untuk memilih, mengikutinya atau membangkang atau yang lainnya. Kesadaran untuk mengikuti kehendak (Abdullah), bagaimana kita mengikuti syari’ah (kehendak Tuhan), sedangkan syariah adalah produk penafsiran, maka kita harus hati-hati memahaminya. Outoritas untuk memilih adalah kesadaran penuh diri untuk menjalankan pesan-pesan moral secara universal dalam Islam, dan semuanya berkewajiban untuk itu jika mereka mengakui bahwa mereka adalah Islam.

Semangat kesetaraan menurut Wadud, tercermin pada paradigma Tauhid yaitu martabat laki-laki dan perempuan adalah sama dimata Tuhan. Tauhid membuka prinsip kesetaraan yang harmonis pada gender, tidak ada kepentingan politik di dalamnya. semua berkesempatan menjadi hamba Allah yang menjalankan perintah-Nya, hambanya yang bertaqwa. Ukuran taqwa lebih bersifat astraks, penuh pesan moral, karena tanpa membedakan gender, tidak menggunakan ukuran yang bersifat duniawi, kebangsaan, kekayaan, ataupun pada konteks sejarah kecuali pada aspek kualitas tindakan dan sikap hidup manusia, semua bisa menjadi hamba yang bertaqwa dengan syarat menjalankan perintah Allah dalam segala lini kehidupan. Dalam prakteknya term ini menjadi kacau pada relasi laki-laki dan perempuan, laki-laki lebih tinggi derajatnya, posisi perempuan selalu dirugikan, kepentingan selalu ada di balik interpretasi.
Semangat gender Wadud, berprinsip pada teori etika, moral dan keadilan. Peran masing-masing individu dalam masyarakat mengindikasikan kelebihan masing-masing dari laki-laki dan perempuan. Prinsip inilah yang diterangkan oleh al-Qur'an sebagai konsekuenbsi dari potensi kebebasan yang dimiliki manusia dalam mengatur kehidupan mereka (khalifah). Khalifah tidak identik dengan kekuasaan laki-laki atas perempuan tetapi khalifah ini lebih diartikan sebagai wali, penganti dalam artian sosok seorang khalifah harus memiliki sifat dan karakter seperti yang di wakilinya, yaitu Tuhan. Khalifah membawa amanah yang mulia, sebagai agen moral, agen perubahan dalam rangka mencari ridho Allah.

Kesimpulan dari tawaran Wadud adalah; kekuatan/ outoritas penafsiran pada term (objek), siapa penafsirnya, dan bagaimana latarbelakangnya. kesalahan penafsiran pada term gender, keadilan, kesetaraan martabat, tauhid, dan khalifah yang harus di kaji ulang. Islam punya prinsip-prinsip univeral tentang moral, keadilan, dan kesetaraan gender. Prinsip ini yang harus diperhatikan.

Ruang Lingkup dan Istilah Kunci Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan Amina Wadud adalah berkaitan intepretasi di kalangan umat Islam (khususnya) memandang relasi atau kedudukan perempuan dan laki-laki. Ia menjawab problem yang berkaitan tentang perempuan dengan bersumber pada al-Qur'an dengan menawarkan cara/ metode dan pendekatan dalam memahami sebuah teks (al-Qur'an). Fokus perhatian Wadud adalah otoritas penafsiran pada prinsip feminisme, keadilan gender, ayat-ayat tentang keadilan sosial dan kesederajatan manusia dan beberapa faktor yang menyebabkan marjinalisasi peran perempuan.

Kontribusi dalam Ilmu Keislaman
Kontribusi dari penelitian ini adalah; Pertama sumbangan terhadap pemahaman komprehenship tentang konsep keadilan sosial dan kesetaraan derajat manusia, prinsip dasar Islam, terutama pandangan miring tentang perempuan. Kedua, membangkitkan/mengembangkan potensi dan peran perempuan dalam kehidupan publik. Ketiga, memberikan kerangka teori sebagai alat analisa dalam memahami sebuah ayat, term, teks, dan interpretasi . Dalam hal ini yang menjadi contoh kasus adalah gender.

Ada beberapa hal yang menarik untuk di kembangkan dari pemikiran tokoh fenomenal Amina Wadud, yaitu keberanian dia dalam menentang budaya patriarki yang ada, dan berbagai penentangan/ resiko yang ada. Idenya cukup berani walau tidak bisa dikatakan original penuh, tanpa dipengaruhi oleh pemikiran orang lain.

Kontribusi dari model penelitian ini adalah; Pertama sumbangan terhadap pemahaman komprehenship tentang konsep keadilan sosial dan kesetaraan derajat manusia, prinsip dasar Islam, terutama pandangan miring tentang perempuan. Kedua, membangkitkan/mengembangkan potensi dan peran perempuan dalam kehidupan publik. Ketiga, memberikan kerangka teori sebagai alat analisa dalam memahami sebuah ayat, term, teks, dan interpretasi . Dalam hal ini yang menjadi contoh kasus adalah gender.
Kemampuan Amina Wadud dalam melihat sebuah problem secara komprehenship membuat pemikiran dari Amina Wadud pantas di kembangkan. Salah satu tawaran pemikiran Amina Wadud adalah pada permasalahan studi Islam, pemikiran ini mencoba menawarkan konsep secara universal yang hadir secara fungsional dalam memecahkan problem keummatan, dan menimalisir konflik.

Dalam rangka keilmuan, alangkah baiknya kita melihat karakteristik perkembangan keilmuan (Islamic Stadies), yaitu periode pertama (Pre 1950), fokus kajiannya hanya berkuat pada Ulumuddin yang meliputi; figh, kalam, tafsir, hadis dan tarirh. Ketika timbul permasalahan ditengah umat maka pemecahan permasalahannya menggunakan keilmuan tersebut, karena alat dan ilmu tersebut dirasa sudah cukup untuk mengatasi problem yang ada. Periode kedua, berlangsung sekitar 1951-1975, pada periode ini kesadaran keilmuan sudah berkembang, muncullah pada masa ini ilmu humanities, social sciences dan natural sciences. Problem ummat sudah mulai komplek maka dibutuhkan kerangka keilmuan yang lebih detail dan tentunya tidak cukup bisa dipecahkan dengan ulumuddin saja. Periode ketiga, sekitar tahun 1996 sampai sekarang. Problem keummatan sudah sangat komplek sekali, jadi harus ada upaya untuk mendialokkan berbagai disiplin keilmuan yang ada, antara core sciences of Islamic stadies, sosial and culture sciences dengan exact sciences, karena tidak cukup memahami suatu permasalahan dengan satu saja bidang keilmuan, kita harus melihat suatu permasahan harus komprehensip, melihat dengan berbagai sudut pandang keilmuan.

Dalam study Islam Amina Wadud menyarankan untuk menggabungkan berbagai disiplin ilmu, mendialogkan dengan berbagai keilmuan lainya, melibatkan antara budaya, fiqh, kontek dan discorsus dengan (tradisi) agama-agama lain. Sehingga ilmu itu akan hadir secara fungsional dalam menjawab berbagai persoalan zaman ini. Berbagai ilmu yang ada harus di integratifkan. Problem zaman semakin komplek maka problem itu tidak cukup dipecahkan dengan satu ilmu, untuk mencapai pemahaman pada problem secara komprehenship maka kita akan memincam berbagai disiplin ilmu sehingga pengambilan kebutusan dan memilih pemecahan masalah bisa tepat.

Logika dan Sistematika Penulisan
Amina Wadud memulai kajiannya dengan mengungkap prolem ketimpangan pemaknaan ayat-ayat perempuan. Dilanjutkan dengan penjelasan fenomena relasi fungsional laki-laki dan perempuan dengan budaya partiarki yang berpengaruh pada penafsiran yang penafsiran tersebut dinilai menyudutkan perempuan dalam objek penelitiannya. Selanjutnya ia menerangkan teori-teori dalam mengkaji dan memahami sebuah ayat, Wadud memulai analisisnya pada analisa semantik, memaparkan beberapa term yang mengandung multi tafsir, dan ambigu. Ketika mengkaji keadilan gender, ia menyelipkan metodologi Fazlur Rahman dan beberapa tokoh lainnya untuk memberikan penafsiran yang holistik tentang keadilan sosial dan kesetaraan martabat manusia. Kemudian ia menganalisis beberapa ayat, dengan kontek yang ada dalam rangka mencari pemahan yang tepat.

Lihat juga Kesetaraan Gender Dalam Islam (1)


1 komentar:

Anonim mengatakan...

oke, test aja

 
 
Copyright © KAHMI UIN Malang