Konflik Israel-Palestina dan Masa Depan Manusia

6 Jan 2009
Salah satu kunci agar konflik berkepanjangan antara Israel dengan Palestina serta Hamas ada di bangsa-bangsa Israel dan Palestina sendiri, tetapi tentunya harus ada mediasi dan tekanan dari negara lain untuk menyamakan persepsi dari sejarah konflik yang berkepanjangan ini.

Awal akar konflik Israel dan palestina adalah berkaitan dengan perampokan tanah Pelestina oleh Israel dari tahun ke tahun yang hanya menyisakan secuil tanah untuk orang pelstina. Disamping ada sejarah agama dari tiga agama, yaitu Yahudi, Kristen dan Islam, yang selanjutnya berujung pada pengakuan terhadap tempat suci, yang akhirnya menuntut hak atas wilayah itu.

Konflik ini tidak akan selesai dengan model blok, Israel yang dibantu AS. Palestina dengan semangat jihadnya, serta meminta dukungan dari bangsa-bangsa Arab untuk memusuhi As dan Israel dan siapa mengeblok siapa, siapa memihak mana. Jika ini terjadi maka niscaya perang akan semakin meluas.
PBB pun tidak berkutik, malah memihak kepada Israel, karena dalam sejarah agamanya meraka juga keturunan Yahudi dan AS merasa terpanggil untuk itu membantunya, jika begini caranya kita jangan lagi mengandalkan PBB sebagai kekuatan untuk menjaga perdamaian, malah justru sikap PBB menambah geram seluruh manusia yang tinggal di bumi ini.

Seharusnya PBB hadir secara fungsional untuk menyelesaikan konflik dan dengan tegas mengambil tindakan penyerangan Israel ke Palestina. Ini adalah pelanggaran HAM, ini adalah praktek dari pemusnahan manusia apakah PBB tidak mengetahui hal ini? Yang jelas mereka tahu tapi tidak mau tahu dan menutup hati nurani meraka dengan peristiwa ini. Malah yang menakutkan, hal ini akan memicu konflik dan praktek kekerasan maupun terorisme di tempat lain.

Paradigma Kemanusiaan
Siapa yang paling bertanggung jawab terhadap peristiwa ini? Jika kita menjawabnya maka mungkin banyak sekali perdebatan dan mungkin tidak akan selesai jika paradigma kita menjari siapa yang benar dan siapa yang salah, karena yang akan terjadi adalah saling menyalahkan.

Terlepas dari itu semuanya, marilah kita mengutuk peristiwa ini dengan paradigma kemanusiaan. Ini adalah pelajaran yang sangat mahal, mengingat banyaknya korban nyawa, harta dll, dalam peristiwa ini.

Kita adalah makhluk yang berakal dan makhluk yang menghargai akan nilai, manusia adalah makhluk social dan sudah seharusnya untuk saling berbagi dan saling membantu. Bumi: tanah, air, dan segala isinya adalah titipan Tuhan yang harus kita kelola dengan baik, itulah tugas kita.

Peradaban bangsa akan maju jika bangsa itu menghargai manusia yang tinggal disitu (bumi), tentunya kita tidak menginginkan pemusnahan nyawa manusia. Sudah saatnya kita membangun pesan kearifan social kita. Paradigma kehidupan kita harus semuanya didasari dengan paradigma humanis (kemanusiaan). Orientasi dari tujuan pendidikan pada umumnya adalah mempunyai pesan untuk memanusiakan manusia, orientasi pengembangan ilmu juga seharusnya untuk kemanusiaan, bukan kemampuan (ilmu dan teknologi) yang dimiliki dijadikan senjata untuk memusnakah manusia lainnya.
Apa yang bisa kita lakukan? Yang bisa kita lakukan adalah mengembangkan pikiran sadar kita, dan mempengaruhi yang lainnya untuk berfikir bijaksana dan humanis mulai dari sekarang, bahkan harus yang diajarkan kepada anak-anak kita sejak dini.

Informasi yang negative; tentang kekerasan, peperangan, perkosaan, permbataian, terorisme akan mngendap kedalam pikiran bawah sadar kita, dan jika itu terjadi maka kita tinggal menunggu pikiran negative itu meledak kedalam bentuk aksi. Hal ini lebih mengerikan dan akan menganjam masa depan manusia. Saya tidak bisa membanyangkan jika cara kekerasan ini ditiru oleh generai penerus dalam setiap problem yang meraka hadapai.

Tentunya kita tidak ingin itu terjadi. Semoga kita mampu menjadi salah satu orang yang mempunyai bagian dalam menjaga kedamaian di bumi dan sekaligus memakmurkannya.

* Oleh. Mukhlis Fahruddin

0 komentar:

 
 
Copyright © KAHMI UIN Malang