Opini: HMI, KAHMI dan Tantangannya

17 Jul 2007
Misi kehadiran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang lahir di tengah-tengah revolusi tanggal 5 Februari 1947, tercermin dalam tujuan pendirian HMI itu sendiri, yaitu: mempertahankan Negara Republik Indonesia, mengembangkan syiar dan dakwak Islam, dan menciptakan insan akademis. Tujuan pendirian HMI ini kemudian kita kenal sebagai ciri khas HMI, yaitu orientasi pada keislaman, kebangsaan dan keintelektualan.
Tak dapat dipungkiri, dengan landasan inilah HMI telah banyak berperan dan memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa Indonesia. Secara periodik, HMI telah melewati beberapa fase dan akan menghadapi fase-fase berikutnya dalam perjalanan sejarahnya. Beberapa fase penting yang telah dilewati, di antaranya adalah fase perjuangan fisik. Ini ditandai dengan terlibatnya para kader HMI dalam Angkatan Perang RI dalam menghadapi agresi Belanda, perlawanan terhadap PKI tahun 1948 dan G.30.S/PKI tahun 1965. Kemudian fase konsolidasi organisasi yang ditandai dengan tumbuhnya cabang-cabang di hampir seluruh wilayah Indonesia. Fase selanjutnya adakah fase menyatunya HMI dengan barisan Orde Baru. Bahkan lahirnya Korps Alumni HMI KAHMI pada 17 September 1966, di samping bertujuan meneruskan cita-cita HMI, adalah juga untuk memperkuat barisan Orde Baru.
Melalui seluruh fase yang telah dialami dengan segala pahit getirnya itu, para aktivis HMI kini berhasil menempati berbagai posisi penting, baik di jalur birokrasi pemerintahan maupun di sektor-sektor sosial kemasyarakatan lainnya. Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah sesudah 50 tahun ini HMI akan mengalami fase baru dan bagaimana cara HMI menghadapi fase
baru itu? Inilah pertanyaan yang harus segera dijawab oleh HMI saat ini.
Dalam menjawab tantangan tersebut, tentu HMI harus terus menerus melakukan konsolidasi organisasi, meningkatkan kualitas dan kuantitas pengkaderan HMI dan concern terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) serta kualitas keimanan dan ketakwaan para anggotanya. Di samping itu, HMI juga harus mau menerima kritik dan saran dari berbagai pihak sebagai masukan, dan tetap merupakan sebuah gerakan kritis, dinamis dan konsisten dalam memperjuangkan tujuannya. Tentu saja kita berharap peranan HMI di masa kini dan masa depan semakin mantap.

HMI dan KAHMI
Hubungan antara KAHMI dan HMI, secara tegas tertuang dalam Mukaddimah Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KAHMI. Dalam pembukaan itu, antara lain disebutkan bahwa alumnus HMI sebagai bagian integral dari bangsa Indonesia masa kini terus perjuangan dan mengisi kemerdekaan Negara Republik Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur sebagai pengabdian kepada Allah SWT. Lebih jelas lagi disebutkan pula bahwa menginsyafi akan adanya persamaan latar belakang motivasi sejarah perjuangan, identitas dan
aspirasi sebagai kelanjutan tujuan HMI, maka para alumni HMI membentuk organisasi KAHMI.
Dalam Anggaran Dasar pada pasal 3 disebutkan bahwa KAHMI berazaskan Pancasila. Sedangkan sifat, fungsi dan tujuan KAHMI dicantumkan dalam Pasal 4, 5 dan 6, yang berbunyi: KAHMI adalah organisasi cendekiawan bersifat kekeluargaan dan independen, KAHMI berfungsi sebagai wadah himpunan warga alumni HMI guna mengembangkan ilmu, kepribadian dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta forum komunikasi bagi warga. Selain itu terbinanya warga sebagai cendekiawan penalar dengan iman dan Islam yang teguh dan semangat kebangsaan yang kukuh, mengambil bagian dalam usaha mencerdaskan kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan bangsa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan diridhoi oleh Allah SWT.
Kehadiran KAHMI yang lahir pada 17 September 1966, bersamaan dengan lahirnya Orde Baru, tidak bisa dipisahkan dari kehadiran HMI yang lahir pada 5 Februari 1947, di tengah kancah revolusi. Setiap kader HMI dan alumni HMI merasa terpanggil untuk melanjutkan misi dan arti perjuangan HMI bersama-sama dengan penuh semangat ukhuwah islamiyah dan silaturahmi.
Pada mulanya KAHMI terbentuk di daerah-daerah sebagai organisasi paguyuban. Kemudian dari munas ke munas paguyuban-paguyuban ibi terus berkembang dan akhirnya menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Keormasan. Dalam kegiatan KAHMI, perlu diusahakan agar kehadirannya betul-betul dibutuhkan oleh para Alumni HMI, dan sebagai wadah untuk meneruskan cita-cita perjuangan HMI.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini. Yakni, bahwa alumni HMI kini berada dan berprestasi pada setiap segi kehidupan. Sebagian berada pada jalur pemerintahan, sebagian lagi aktif dalam organisasi kekuatan politik, pendidikan, pengusaha, ABRI, seniman dan dalam segi kehidupan lainnya. Biarpun sudah terpencar dalam berbagai macam profesi, namun tetap ada sesuatu yang mempersatukan para almuni HMI, yaitu rasa sayang dan keterpanggilan untuk ikut memperjuangkan misi HMI.
Dengan rasa sayang dan keterpanggilan untuk ikut memperjuangkan misi HMI inilah, KAHMI diharapkan jangan sampai menjurus menjadi organisasi yang ketat, yang nantinya mungkin saja akan bersaing dengan organisasi HMI sendiri atau bahkan dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan HMI. Di sisi lain, organisasi HMI sesungguhnya juga sangat membutuhkan dukungan dan bantuan dari alumni HMI dalam berbagai kegiatannya, terutama untuk pengkaderan organisasi termasuk peningkatan SDM dan dakwah islamiyah.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka dalam Munas ke-V KAHMI yang lalu telah disepakati kaidah-kaidah umum tentang organisasi KAHMI. Antara lain bahwa KAHMI sebagai wadah Silaturahmi Alumni HMI, selain sebagai forum komunikasi. Kegiatan KAHMI lebih ditekankan pada pengembangan keilmuan dalam bidang keahlian pengembangan masyarakat, partisipasi pembangunan, peningkatan kualitas SDM dan pendalaman keagamaan.
Disepakati pula tentang peranan KAHMI dalam mendukung tercapainya cita-cita HMI. Oleh karena itu keberhasilan KAHMI dapat pula diukur dari tercapainya misi HMI. Selain itu KAHMI adalah merupakan aset bangsa dan negara yang mengembangkan dirinya sebagai organisasi kemasyarakatan yang tetap konsisten dengan cita-cita perjuangan HMI, dan cita-cita perjuangan bangsa. Oleh sebab itu perlu terus menerus dilakukan konsolidasi organisasi, dan senantiasa mengadakan kerjasama dengan pemerintah, ABRI, ormas Islam dan seluruh lapisan masyarakat untuk mengantisipasi secara partisipatif terhadap pembangunan nasional.

Tantangan
Dari hasil kunjungan kerja kami selaku ketua Presidium Majelis Nasional KAHMI ke daerah-daerah, dapat disimpulkan bahwa kegiatan KAHMI wilayah dan daerah menunjukkan aktivitas yang semakin meningkat. Begitu juga kegiatan-kegiatan HMI di daerah-daerah dalam dasawarsa 90-an ini, saya nilai lebih giat jika dibandingkan dengan dasawarsa sebelumnya.
Kalau dalam dasawarsa 70-an dan 80-an banyak alumni HMI yang tidak berani, bahkan ada yang takut menyebut dirinya sebagai alumni HMI, sekarang ini, alhamdulillah, semua alumni HMI sudah berani membuka identitasnya. Bahkan ada pula yang mengaku alumni HMI, biarpun dia tidak pernah menjadi anggota HMI, apalagi aktivis. Keadaan ini harus diakui semakin membuktikan bahwa alumni HMI merupakan suatu aset bangsa yang sangat besar nilainya untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan umat Islam untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.
Memasuki paruh kedua abad kemerdekaan sekarang ini, bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat dan besar. Seperti kita maklumi, dewasa ini kita memasuki era baru dengan tantangan baru, yaitu era globalisasi dan tantangan yang bersifat global.
Menghadapi era globalisasi, bangsa Indonesia menghadapi dua tantangan utama. Pertama, tantangan yang bersifat eksternal, berupa penetrasi dan dominasi negara-negara maju, baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik dan budaya. Kedua, tantangan yang bersifat internal, berupa kecenderungan menguatnya disparitas dan diskrepansi sosial, yaitu
pertentangan dan persaingan di antara kekuatan-kekuatan dalam masyarakat. Hal demikian disebabkan oleh berkembang dan mengkristalnya individualisme dan solidaritas kelompok, baik antarkesukuan, keagamaan maupun kepentingan ekonomi.
Di dalam negeri, Indonesia menghadapi masalah-masalah krusial yang masih memerlukan pemecahan, seperti masalah ketenagakerjaan, kesenjangan dan primordialisme. Masalah ketenagakerjaan muncul akibat tidak seimbangnya antara lapangan kerja yang tersedia dengan tenaga kerja yang meningkat jumlahnya setiap tahun. Dunia ketenagakerjaan merupakan sumber devisa negara dan pendapatan masyarakat yang sangat tinggi. Pengangguran dan
masalah lainnya dalam ketenagakerjaan dapat menjadi pemicu dan pemacu (driving factor) stabilitas nasional.
Masalah kesenjangan, jika tidak dapat diatasi, juga merupakan faktor instabilitas. Kesenjangan ini meliputi kesenjangan sosial ekonomi antara kelompok yang maju dan kelompok yang masih tertinggal, kesenjangan sektoral -- yaitu kesenjangan penekanan pada sektor-sektor pembangunan, dan kesenjangan regional -- yaitu kesenjangan pemerataan pembangunan
menurut wilayah negara.
Di samping kedua masalah di atas, kita juga menghadapi masalah primordialisme yang akhir-akhir ini cenderung mengemuka. Sebenarnya primordialisme -- yaitu keterkaitan emosional manusia dengan faktor-faktor asli, seperti suku, agama dan golongan -- merupakan hal yang manusiawi dan inheren dengan kemanusiaan itu sendiri. Namun artikulasi primordialisme dalam kehidupan bersama sering menjadi faktor perselisihan dan perpecahan.
Sebagai bangsa yang majemuk atas dasar suku bangsa, golongan dan agama, bangsa Indonesia memerlukan integrasi nasional yang kukuh, karena di atas integrasi nasional yang kukuh kita dapat melangsungkan pembangunan nasional. Sejarah bangsa-bangsa menunjukkan betapa perpecahan di kalangan satu bangsa akan mendatangkan kerugian yang besar bagi bangsa itu sendiri. Bagi kita bangsa Indonesia, disintegrasi nasional memiliki harga di bidangsosial, ekonomi, dan politik yang sangat mahal.
Sehubungan dengan masalah dan tantangan yang dikemukakan di atas KAHMI dan HMI harus mampu menstransformasikan hal-hal yang bersifat negatif tersebut ke arah potensi positif, yaitu menjaga kesatuan dan keutuhan bangsa yang kita semua cintai. Sebagai kader HMI dan KAHMI, kita tentu perlu senantiasa bersyukur kehadirat Allah SWT dengan ikhlas serta senantiasa yakin bahwa segala usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan niat
karena Allah akan sampai pada tujuan yang dicita-citakan.

Oleh: Bedu Amang (http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1997/02/20/0212.html)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ada yang bilang "beri warna dalam kehidupan HMI", bagaimana cara memberikan warna tersebut??dalam bentuk apa??berikan penjelasan secara khusus!!

 
 
Copyright © KAHMI UIN Malang