8 Jan 2009
Sudah 12 agresi militer Israel ke Palestina. Lebih dari 700 orang menjadi korban dan ribuan yang lainnya luka-luka, puluhan ribu dan 1,5 juta dari seluruh penduduk palestina (Gaza) lainnya tidak makan, tidak bisa tidur, krisis air bersih, dll.
Kepedihan ini ada dan disaksikan oleh seluruh dunia. Tapi sayang, jalan satu-satunya pintu masuk ke Gaza dari mesir yang dapat dijadikan tempat bantuan obat-obatan, makanan, tim medis, bahkan pengungsian warga palestina untuk berlindung tidak dibuka. Mesir di bawah kekuasaan Husni Mubarak sudah tidak punya nurani lagi bicara tentang kemanusiaan.
Bahkan anehnya lagi Husni Mubarak menyatakan "Hamas tidak boleh menang dalam perang melawan Israel". Hal ini disampaikan saat presiden tersebut bertemu dengan delegasi Uni Eropa.
Sungguh, ini bukan pernyataan seorang presiden yang ber-hati, mengerti dengan keadaan sosial masyarakat yang sangat mengkawatirkan dan mengerikan. Pemblokaderan yang dilakukan selama pembantaian terjadi, sama halnya dengan pembantain itu sendiri. Tidak ubahnya seperti mengurung manusia dalam satu tempat, kemudian melemparinya dengan Bom dari darat,udara dan laut. Maka, Mubarak secara tidak langsung dan nyata turut membantai rakyat palestina.
Mungkin ini adalah bentuk kebencian pribadi Mubarak atas pejuang HAMAS yang masih ada keterkaitan historis dengan Ikhwanul Muslimin sebagai oposisi pemerintah Mesir. Tapi lebih nyata dari itu, adalah ketakutan mesir terhadap AS karena melihat ketergantungannya negara tersebut terhadap negara pendukung sang agresor israel. Bisa jadi ketakutannya berlipat ganda atas kekalahannya dalam perang selama 6 hari pada tahun 1948.
Semua memang berawal dari perampokan oleh Israel selama bertahun-tahun dan hingga akhirnya tersisa hanya secuil tanah untuk warga palestina di Gaza dan tepi barat selaku pemilik sebenarnya. Lihat gambar di samping, yang semula negara Palestina berwarnai hijau dominan, kini menyisakan secuil warna hijau dan digantikan warnai putih (Israel).
Bagaimanapun alasannya, ini bukan sekedar masalah perang dan perang atau dukung-mendukung, tapi lebih pada jiwa kemanusiaan seseorang terhadap penganiaan dan penderitaan yang terjadi. Kalau saja ada 4 roket meluncur dari selatan Lebanon ke wilayah Israel, maka ini tidak disalahkan ketika semua diam, dan bahkan PBB dalam dua kali pertemuannya telah gagal mencapai kesepakatan untuk memutuskan tindakaan gencantan senjata di Gaza.
Sudah sangat kompleks permasalahan dunia sekarang? sehingga PBB saja terbukti tidak menjadi lembaga perdamaian dunia, tapi penonton kekejaman negara atas negara yang lain. Wallahu 'alam
Kategori
- Aneka (1)
- Artikel (39)
- Bahasa dan Sastra (1)
- Berita (22)
- Download (2)
- Filsafat (4)
- Galery (3)
- HMI (4)
- Info (7)
- Internasional (10)
- Islam (21)
- Islam Indonesia (2)
- Jatim (4)
- Kata Sang Tokoh (1)
- Kehidupan (5)
- Malang (1)
- Nasihat (1)
- Nasional (6)
- Opini (12)
- Pendidikan (21)
- Politik (11)
- Potik (2)
- Renungan (4)
- Sains dan Teknologi (6)
- Tasawuf (2)
- Tentang Kahmi (8)
- UIN MMI (7)
0 komentar:
Posting Komentar